BAB 4

(DINAMIKA PLANET BUMI SEBAGAI RUANG KEHIDUPAN)


Sampai detik ini belum ditemukan planet di Jagat raya yang persis sama dengan bumi yang kita tinggali. tanahnya, airnya, gunung-gunungnya, atmosfernya, seluruh elemen yang melekat pada bumi, adalah anugrah Tuhan yang wajib kita syukuri. Karena semuanya sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Pertanyaan tentang lahirnya bumi, dan bagaimana bumi berproses sehingga seperti saat ini, adalah pertanyaan sejarah yang kita tidak tahu kapan akan terjawab tuntas. Teori akan melahirkan anti teori, dan anti teori berikutnya. Menyibak tabir gelap alam semesta, adalah tantangan umat manusia.
Teori pembentukan planet Bumi.
Teori pembentukan Jagat Raya
1. Teori Big Bang (Ledakan Dahsyat)
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Berdasarkan pemodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai “hipotesis atom purba”. Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrem. Berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk mencoba dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta, melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut.
Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif “keadaan tetap” bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada’ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.
Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.
2. Teori “Keadaan Tetap” (Stabil)
Teori ”keadaan tetap” atau teori ciptaan sinambung menyatakan bahwa jagat raya selama berabad-abad selalu dalam keadaan yang sama dan zat hidrogen senantiasa dicipta dari ketiadaan. Penambahan jumlah zat, dalam teori ini memerlukan waktu yang sangat lama, yaitu kira-kira seribu juta tahun untuk satu atom dalam satu volume ruang angkasa. Teori ini diajukan oleh ahli astronomi Fred Hoyle dan beberapa ahli astrofisika Inggris.
Dalam teori ”keadaan tetap”, kita harus menerima bahwa zat baru selalu diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi, sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh. Orang sepakat bahwa zat yang merupakan asal mula bintang dan galaksi tersebut adalah hidrogen.
3. Teori “Mengembang dan Memampat” (The Oscillating Theory)
Teori ini dikenal pula dengan nama teori ekspansi dan konstraksi. Menurut teori ini, jagat raya terbentuk karena adanya suatu siklus materi yang diawali dengan masa ekspansi atau mengembang yang disebabkan oleh adanya reaksi inti hidrogen, pada tahap ini terbentuklah galaksi-galaksi.
Tahap ini diperkirakan berlangsung selama 30 milyar tahun, selanjutnya galaksi-galaksi dan bintang yang telah terbentuk akan meredup, kemudian memampat yang didahului dengan keluarnya pancaran panas yang sangat tinggi. Setelah tahap memampat maka tahap berikutnya adalah tahap mengembang dan kemudian memampat lagi.
4. Teori “Alam Semesta Quantum”
Teori ini diciptakan oleh William Lane Craig pada tahun 1966. Dia mengemukakan bahwa alam semesta adalah sudah ada selamanya dan akan selalu ada untuk selamanya pula. Dalam teori ini, ruang hampa pada hakikatnya tidak ada, yang ada adalah partikel-partikel sub atomik.
Teori pembentukan Tata Surya
5. Teori Kabut (Teori Nebula)
Teori kabut dikemukakan oleh filsuf Jerman yang bernama Immanuel Kant pada tahun 1775. Teori ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Simon De Laplace, seorang matematikawan Prancis.
Teori kabut menyatakan bahwa mula-mula ada sebuah nebula (kabut yang terdiri dari gas, terutama hidrogen dan helium, dan debu-debu angkasa) yang bulat dan berotasi sangat lambat . Akibatnya kabut mulai menyusut. Akibat penyusutan dan rotasi ini terbentuklah sebuah cakram datar dibagian tengahnya. Matahari berada dipusat cakram. Cakram ini terus berputar lebih cepat sehingga bagian-bagian tepi cakram terlepas membentuk materi. Dari materi ini akhirnya terbentuklah planet-planet yang tetap mengitari matahari. Satelit dari planet terbentuk dengan cara yang sama.
Proses terbentuknya tata surya menurut teori kabut (nebula):
(1) Nebula berasal dari gas dan debu, sebagian besar menjadi Matahari. (2) Terbentuk Matahari dan planet lain yang masih Berpijar. (3) Matahari terbentuk planet-planet bertebaran tak terarah. (4) Matahari berputar pada porosnya, planet-planet terbentuk atmosfernya. (4) Planet terbentuk atmosfer, dibumi telah muncul kehidupan karena sudah ada lapisan atmosfer.
6. Teori Planetesimal
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Chamberlein dan F. R. Moulton, ilmuwan Amerika awal abad ke-20. Teori ini mengatakan mula-mula ada matahari yang berpapasan dengan sebuah bintang. Oleh karena letaknya berdekatan, tarikan gravitasi bintang menyebabkan sebagian matahari tertarik kearah bintang tersebut.
Ketika bintang menjauh bahan-bahan itu sebagian ada yang terlepas dan jatuh ke matahari, dan sebagian menjadi gumpalan-gumpalan kecil (planetesimal) yang mulai melayang diangkasa sebagai planet-planet yang mengelilingi matahari.
7. Teori Bintang Kembar
Teori ini ditemukan pada tahun 1930-an. Teori Bintang Kembar menyatakan bahwa mula-mula ada 2 buah bintang kembar kemudian salah satu bintang meledak. Oleh karena pengaruh gaya gravitasi, maka bintang yang meledak menjadi kepingan-kepingan kecil yang bergerak mengelilingi bintang yang tidak meledak. Bintang yang tidak meledak merupakan matahari sedangkan kepingan-kepingan yang mengitarinya menjadi planet-planet.
8. Teori Protoplanet
Teori ini ditemukan pada tahun 1940 oleh Carl von Weizsaeker, seorang astronom Jerman dan disempurnakan oleh P. Kuiper dan Subrahmanyan Chandrasekar.
Teori ini menyatakan bahwa mula-mula dijagat raya ini ada kumpulan gas dan debu. Kurang lebih 5 milyar tahun yang lalu, gumpalan gas dan debu tersebut memampat. Proses pemampatan ini membuat partikel-partikel debu dan gas tertarik kebagian dalam menuju pusat awan membentuk bola dan terus berotasi. Rotasi inipun bertambah cepat dengan ditariknya partikel-partikel debu dan gas ke pusat awan.
Oleh karena rotasi yang cepat ini, maka gumpalan gas mulai memipih membentuk cakram, bagian tengah tebal dan bagian pinggir memipih. Akibat saling menekan, maka bagian tengah menjadi panas dan berpijar (disebut protosun atau cikal bakal matahari). Bagian tepinya terpecah-pecah akibat rotasi yang cepat. Bagian tengah ini yang akhirnya menjadi matahari dan bagian tepi yang terpecah-pecah menjadi gumpalan-gumpalan kecil (protoplanet) yang tetap berotasi. Protoplanet akhirnya membeku dan menjadi planet-planet serta anggota tata surya lainnya.
9. Teori Pasang Surut Bintang
Teori Pasang Surut pertama kali disampaikan oleh Buffon. Buffon menyatakan bahwa tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet.
Teori pasang surut yang disampaikan Buffon kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys. Mereka berpendapat bahwa tata surya terbentuk oleh efek pasang gas-gas Matahari akibat gaya gravitasi bintang besar yang melintasi Matahari. Gas-gas tersebut terlepas dan kemudian mengelilingi Matahari. Gas-gas panas tersebut kemudian berubah menjadi bola-bola cair dan secara berlahan mendingin serta membentuk lapisan keras menjadi planet-planet dan satelit.
10. Teori Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Sumber: baca di sini
Perkembangan kehidupan di Bumi.
Teori terbentuknya bumi
11. Teori Kontraksi
Dalam teori ini dikatakan bahwa pada saat bola bumi mendingin maka terjadilah proses pengerutan dan semakin menyusut. Kerutan-kerutan itulah sebagai pegunungan, lipatan yang kita kenal sampai sekarang. Teori Descartes dan Suess (1596 – 1650) ini disebut teori kontraksi.
James Dana (1847) dan Elie de Baumant (1852) menguatkan teori ini bahwa bumi mengalami pengerutan karena pendinginan di bagian dalam bumi akibat konduksi panas, sehingga mengakibatkan bumi tidak rata.
12. Teori Geosinklin
Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan Andes.
Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa. Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan tersesarkan. Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.
Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan teori geosinklin. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertikal. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.
13. Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Tahun 1912, Alfred Wegener seorang ahli meteorologi Jerman mengemukakan konsep Pengapungan Benua (Continental drfit). Dalam The Origin of Continents and Oceans. Hipotesa utamanya adalah satu “super continent” yang disebut Pangaea (artinya semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Selanjutnya, hipotesa ini mengatakan 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil. Dan kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini. Sedangkan hipoptesa lainnya menyatakan bahwa pada mulanya ada dua super kontinen , yaitu pangea utara yang disebut juga Laurasia, dan pangea selatan yang disebut juga Gondwanaland.
14. Teori konveksi
Teori konveksi mengemukakan bahwa terjadi aliran konveksi ke arah vertikal di dalam lapisan astenosfer yang agak kental. Aliran tersebut berpengaruh sampai ke kerak bumi yang ada di atasnya. Aliran konveksi yang merambat ke dalam kerak bumi menyebabkan batuan kerak bumi menjadi lunak. Gerak aliran dari dalam mengakibatkan permukaan bumi menjadi tidak rata.
Salah seorang pengikut teori konveksi adalah Harry H. Hess dari Princenton University. Pada tahun 1962 dalam bukunya History of the Ocean Basin, Hess mengemukakan pendapatnya tentang aliran konveksi yang sampai ke permukaan bumi di mid oceanic ridge (punggung tengah laut). Di puncak mid oceanic ridge tersebut lava mengalir terus dari dalam kemudian tersebar ke kedua sisinya dan membeku membentuk kerak bumi baru.
15. Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh ahli geofisika Inggris, Me Kenzie dan Robert Parker. Kedua ahli itu menyampaikan teori yang menyempurnakan teori-teori sebelumnya, seperti pergeseran benua, pergeseran dasar laut, dan teori konveksi sebagai satu kesatuan konsep yang sangat berharga dan diterima oleh para ahli geologi.
Kerak bumi dan litosfer yang mengapung di atas lapisan astenosfer dianggap satu lempeng yang saling berhubungan. Aliran konveksi yang keluar dari punggung laut menyebar ke kedua sisinya, sedangkan di bagian lain akan masuk kembali ke lapisan dalam dan bercampur dengan materi di lapisan itu. Daerah tempat masuknya materi tersebut merupakan patahan (transform fault) yang ditandai dengan adanya palung laut dan pulau vulkanis.
Fase Pembentukan Bumi
Fase-fase pembentukan bumi terdiri atas delapan fase, yaitu sebagai berikut
1.     Fase awal mula jadi alam semesta (big bang). Pada saat big bang, bumi terwujud tetapi bahan-bahannya telah ada bersama dengan bahan-bahan buntang dan planet-planet lain.
2.     Fase pembentukan bintang-bintang. Matahari dan bumi sebagai calon tata surya belum dilahirkan
3.     Fase supernova. Yaitu ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi yang teramat besar.
4.     Fase pendinginan nebula. Barulah setelah ada kejutan lagi dari supernova yang ada di sekitarnya, gravitasi antarbahan nebula mulai aktif. Ketika gravitasi mulai bekerja, pembentukan sebuah bintang dan atau matahari mulai terjadi.
5.     Fase pembentukan matahari dan cincin planet. Sebagian debu dan gas di bagian dalam nebula mulai berkumpul dan bergabung kemudian secara perlahan-lahan.
6.     Fase akresi. Pada saat ini bumi dengan susunan materi yang seragam belum ada daratan dan atau lautan.
7.     Fase pembentukan bumi. Bahan bahan dari meteor yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi mulai tenggelam ke pusat bumi. Akibatnya, tebentuklah inti bumi.
8.     Pembentukan atmosfer, samudra dan makhluk hidup

Kehidupan di muka Bumi
Secara geologis, sejarah bembentukan planet bumi dapat dilihat dengan menggunakan kolom geologi. Skala geologi secara umum dibedakan menjadi empat devisi yang disebut eon. Keempat eon itu adalah:
1.     Haden (bawah muka bumi)
2.     Archean (kuno)
3.     Proterozoic (awal kehidupan)
4.     Phanerozic (kehidupan yang terlihat)
lebih lengkap pada rincian ini:
Arkaekum
Zaman arkaekum adalah zaman tertua yang berlangsung kurang lebih 2.500 juta tahun. Pada zaman itu bumi masih merupakan bola gas sangat panas yang berputar pada porosnya. Sehingga pada masa itu kehidupan di bumi belum ada.
Ciri-ciri zaman arkaekum:
1.     Belum ada kehidupan
2.     Bumi masih berupa bola gas yang sangat panas
3.     Berlangsung kurang lebih 2.500 juta tahun yang lalu
Paleozoikum
Zaman paleozoikum adalah zaman dimana keadaan bumi masih belum stabil, iklim masih berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Zaman ini berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Pada zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan seperti makhluk bersel satu (mikroorganisme), hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis ikan, dan jenis ganggang atau rumput-rumputan.
Adanya hewan dan tumbuhan di bumi pada zaman ini diketahui dari sisa-sisanya yang telah membatu yang disebut fosil. Fosil ini umumnya ditemukan di batu karang. Zaman ini disebut juga zaman primer (Zaman pertama). Zaman paleozoikum dibagi menjadi enam periode, berturut-turut dari yang paling tua: Kambrium, Ordovisium, Silur, Devon, Karbon, dan Perm.
Ciri-ciri zaman paleozoikum:
1.     Sudah mulai terdapat kehidupan berupa mikroorganisme
2.     Keadaan bumi masih belum stabil
3.     Iklim masih berubah-ubah
4.     Curah hujan sangat besar
5.     Berlangsung sekitar 340 juta tahun
Mesozoikum
Zaman mesozoikum adalah masa yang berlangsung sekitar 150 juta tahun. Pada zaman itu perkembangan reptil mencapai puncaknya terutama dinosaurus. Mesozoikum ditandai dengan aktivitas tektonik, iklim, dan evolusi. Benua-benua secara perlahan mengalami pergeseran dari saling menyatu satu sama lain menjadi seperti keadaannya saat ini.
Pergeseran ini menimbulkan spesiasi dan berbagai perkembangan evolusi penting lainnya. Iklim hangat yang terjadi sepanjang periode juga memegang peranan penting bagi evolusi dan diversifikasi spesies hewan baru. Pada akhir zaman ini, dasar-dasar kehidupan modern terbentuk.
Ciri-ciri zaman mesozoikum:
1.     Terdapat banyak hewan reptil seperti dinosaurus
2.     Iklim bumi mulai hangat
3.     Merupakan dasar dari kehidupan modern
4.     Berlangsung sekitar 150 juta tahun
Neozoikum
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Saat itu keadaan bumi sudah semakin memungkinkan untuk mendorong munculnya makhluk hidup lainnya seperti binatang menyusui, sejenis kera dan monyet. Ciri-ciri zaman neozoikum:
1.     Merupakan puncak dari hewan mamalia
2.     Hewan reptil besar telah punah
3.     Iklim bumi sudah mulai stabil
4.     Terbagi menjadi dua zaman yaitu zaman tersier dan zaman kuarter
5.     Berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu
Zaman Tersier
Zaman Tersier adalah zaman yang berlangsung sekitar 60 juta tahun yang ditandai dengan munculnya beragam jenis binatang menyusui (mamalia) termasuk primata seperti kera. Sedangkan jenis reptil raksasa lambat laun lenyap. Zaman tersier terbagi menjadi zaman Pliosen, Miosen, Oligosen. Eosen, Paleosen.
Orangutan mulai muncul pada masa Miosen. Daerah asalnya mungkin dari Afrika. Saat itu Benua Afrika. Saat itu benua Afrika masih bersatu dengan Jazirah, Arab. Daerah Afrika Timur belum gersang seperti sekarang. Orangutan merupakan kera yang tinggal di pucuk-pucuk pohon besar. Makanannya terutama buah dan daun-daunan. Mereka menyebar ke hutan di Asia Barat Daya, Asia Selatan, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Di akhir masa Moisen terjadi perubahan besar pada kulit bumi dan lingkungan alamnya. Benua Afrika lepas dari benua Asia sehingga muncul Laut Merah. Dareah hutan di Afrika Timur berubah menjadi sabana. Beberapa bagian Jazirah Arab menjadi gurun dan hutan di India juga berkurang. Orangutan tidak menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan lingkungannya. Mereka kemudian berpindah ke Asia Tenggara yang masih memiliki hutan yang lebat. Sisa-sisanya masih dapat kita temukan di Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
Pada zaman Pliosen, yaitu sekitar 10 juta tahun yang lalu, hidup hewan yang lebih besar daripada gorilla yang disebut dengan Giganthropus (kera manusia raksasa). Hewan ini ditemukan di Bukit Siwalik di kaki Pegununggan Himalaya dan Selat Himla (sebelah utara India). Giganthropus hidup berkelompok, sehingga mereka dapat berkembang biak dan menyebar dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Giganthropus akhirnya punah karena sebab yang tidak jelas.
Selain Giganthropus, dari masa yang sama hidup makhluk lain yang disebut dengan Australopithecus (manusia kera dari selatan). Ada sekitar 65 fosil Australopithecus telah ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur. Sedangkan di Kalimantan Barat dari kala Eosen Akhir ditemukan fosil vertebrata yaitu Anthrcotherium dan Choeromus (sejenis babi hutan purba) yang juga ditemukan di Asia Daratan. Penemuan fosil ini membuktikan bahwa kala Eosen terakhir, Kalimantan Barat bergabung dengan Daratan Asia.
Ciri-ciri zaman tersier:
1.     Berlangsung sekitar 60 juta tahun
2.     Telah muncul berbagai jenis manusia purba
3.     Terdapat banyak migrasi hewan ke seluruh bagian dunia untuk menyesuaikan
4.     iklim
Zaman Kuarter
Zaman kuarter adalah zaman yang ditandai dengan adanya kehidupan manusia seperti sekarang. Zaman Kuarter berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Ciri-ciri zaman kuarter:
Zaman kuarter sendiri juga terbagi menjadi zaman pleistocen dan zaman Holocen (Holosin) 
1.     Sudah terdapat manusia modern (Homo sapiens)
2.     Berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu
3.     Keadaan alam masih liar dan labil
4.     Bumi masih diselimuti es dan mencair pada akhir kala pleitosen
5.     Daratan di bumi mulai terpecah karena es mencair
6.     Manusia purba sudah punah
Kala Pleitosen (Dilivium)
Kala Pleitosen berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Kala Pleitosen menjadi sangat penting karena pada masa ini mulai muncul manusia purba. Keadaan alam pada masa ini masih liar dan labil karena silih bergantinya dua zaman, yaitu Zaman Glasial dan Zaman Interglasial.
Zaman Glasial adalah zaman meluasnya lapisan es di Kutub Utara sehingga Eropa dan Amerika bagian utara tertutup es. Sedangkan daerah yang jauh dari kutub terjadi hujan lebat selama bertahun-tahun. Permukaan air laut turun disertai dengan naiknya permukaan bumi diberbagai tempat. Karena adanya pergeseran bumi dan kerja gunung-gunung berapi, banyak hutan, termasuk Indonesia menjadi kering, akibatnya muncul Paparan Sunda (Sunda Plat) dan Paparan Sahul (Sahul Plat). Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Malaysia barat bergabung dengan Filipina dan Formossa, Taiwan dan kemudian ke benua Asia. Bergitu pula Sulawesi melalui Minahasa, Pulau Sangir terus ke Filipina. Antara Jawa Timur dengan Sulawesi Selatan berhubungan melalui Nusa Tenggara.
Zaman Interglasial adalah zaman diantara dua zaman es. Temperatur naik hingga lapisan es di kutub utara mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan terjadi berbagai banjir besar di berbagai tempat. Hal ini menyebabkan banyak daratan terpisah oleh laut dan selat.
Pada kala Pleistosen ini hanya hewan berbulu tebal saja yang mampu bertahan hidup. Salah satunya adalah Mammouth (gajah berbulu tebal).
Sedangkan hewan berbulu tipis pindah ke daerah tropis. Perpindahan binatang dari Asia Daratan ke Jawa, Sulawesi dan Filipina ada yang melalui Malaysia (Jalan Barat), ada pula yang melalui Formosa, Filipina, ke Kalimantan , Jawa dan Sulawesi (jalan timur). Garis Wallace adalah garis antara selat makassar dan lombok yang merupakan batas antara dua jalan penyeberangan binatang tersebut.
Selain itu juga, terjadi perpindahan manusia purba dari Asia ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil Sinanthropus pekinensis dalam jumlah besar di Peking (China) yang sejenis dengan Pitecanthropus erectus dari Trinil, Ngawi, (Jawa Timur). Bukit lainnya adalah ditemukannya alat-alat pacitan di China, Burma (Myanmar) dan Malaysia. Sedangkan Homo wajakensis yang merupakan nenek moyang bangsa Austrolid pada masa Pleitosen Tengah dan Pleitosen Atas menyebar dari Asia ke selatan. Sebagian besar dari mereka sampai ke Benua Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu suku Aborigin.
Kala Holosen
Pada awal kala Holosen, sebagian besar es di kutub utara sudah lenyap, sehingga permukaan air laut naik lagi. Tanah-tanah rendah di daerah Paparan Sunda dan Paparan Sahul tergenang air dan menjadi laut transgresi. Dengan demikian muncullah pulau-pulau di nusantara. Manusia purba lenyap, kemudian muncul manusia cerdas (Homo sapiens) seperti manusia sekarang.
Bumi rumah bagi kehidupan
Ada 10 faktor yang menjadikan bumi sebagai tempat yang cocok bagi kehidupan:
1.     Orbit bumi terhadap bintangnya, matahari, memiliki jarak yang presisi. Manusia tidak merasa terlalu panas, dan terlalu dingin. Kondisi ini juga membuat air bisa pada bentuknya, cairan dan di beberapa bagian tetap menjadi es. Di Mars dan Venus, ditemukan air juga. Namun, lingkungannya tak memungkinkan air (es) tersebut mencair, mengalir layaknya sungai-sungai di bumi.
2.     Hanya bumi yang memiliki satelit paling tepat posisinya, yakni bulan. Dengan keberadaan satu satelit, maka bulan bisa mengatur datangnya air pasang serta air surut. Gravitasi antara bumi dan bulan pun begitu presisi sehingga siklus di bumi menjamin kelangsungan hidup penghuninya.
3.     Rotasi bumi terhadap matahari menjadikan pagi dan siang, iklim dingin dan panas, semua terjadi sesuai dengan kondisi mahluk hidup di dalamnya. Kita bisa menikmati matahari 12 jam dan bulan 12 jam, bisa menikmati pergantian musim yang memungkinkan flora melakukan regenerasinya. Sungguh keseimbangan yang penuh presisi.
4.     Gravitasi bumi sangat pas. Kalau kita ke Mars atau bulan, tak ada gravitasi sehingga manusia bisa melompat tinggi hingga puluhan meter. Walau hal tersebut menarik, rasanya susah menjalani kehidupan dalam kondisi demikian. Di mana hewan dan tumbuhan bisa hidup bila tanpa gravitasi?
5.     Keberadaan Kutub Utara dan Selatan merupakan medan magnetik yang menjaga kestabilan bumi.
6.     Temperatur di bumi paling tepat untuk kehidupan. Bumi kita memang memiliki tempat dengan suhu dingin serta suhu panas ter-ekstrim (Antartika – 89,2 C, sementara di El Azizia, Libya, rekor terpanas mencapai 57 C). Tetapi, umumnya mahluk hidup ada dalam suasana suhu normal. Lagipula, suhu ekstrim di dua tempat tersebut masih jauh lebih baik dari planet-planet lain.
7.     Lebih dari 70% air meliputi bumi. Keberadaan air ini justru menunjang setiap sendi kehidupan yang ada di bumi.
8.     Hingga menjelang abad 20, kondisi bumi masih normal. Tinggi air laut masih memungkinkan pulau-pulau tetap ada tanpa takut tenggelam. Baru belakangan ini, ketika manusia semakin gencar melakukan perusakan terhadap alam, maka bumi bereaksi. Air laut pun perlahan-lahan naik mengancam kehidupan mahluknya.
9.     Hutan yang hijau memungkinkan kehidupan berlangsung terus turun-temurun. Proses fotosintetis menjamin kehidupan mahluk lainnya, hewan dan manusia bisa memanfaatkan tumbuhan di atas bumi.
10.                Bersama air, methane, dan unsur lain di atmosfer menjaga kelangsungan hidup mahluk di atas bumi. Atmosfer selain menyelimuti bumi dari ancaman sinar kosmik dan benda-benda asing, juga memungkinkan cahaya yang ada terkontrol sehingga mahluk hidup tetap aman
Dampak rotasi dan revolusi Bumi terhadap kehidupan di Bumi.
Rotasi Planet Bumi menimbulkan berbagai dampak berikut:
Peredaran Semu Harian Benda-Benda Langit
Benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, dan planet yang tampak pada malam hari seolah-olah melintas dari timur ke barat. Fenomena ini teriadi akibat rotasi Bumi. Pergerakan bendabenda langit ini berlangsung setiap hari dan dikenal dengan peredaran semu harian benda-benda langit.
Pergantian Siang dan Malam
Rotasi Bumi menyebabkan bagian Bumi yang berhadapan dengan matahari mendapat sinar Matahari, sedangkan bagian Planet Bumi di sebaliknya tidak mendapat sinar Matahari. Bagian Bumi yang mendapat sinar Matahari mengalami siang, sebaliknya bagian Planet Bumi yang tidak mendapat sinar Matahari mengalami malam. Pergantian siang dan malam berlangsung perlahan. Daerah di sebelah timur mengalami siang lebih dahulu. Waktu siang hari dimanfaatkan penduduk untuk melakukan kegiatan ekonomi. Sementara itu, waktu malam hari dimanfaatkan penduduk untuk beristirahat.
Perbedaan Waktu dan Pembagian Waktu Internasional
Rotasi Bumi menyebabkan perbedaan waktu di berbagai tempat di permukaan Bumi. Garis bujur digunakan untuk menentukan waktu di berbagai tempat di permukaan Bumi. Garis bujur 0° yang melewati Kota Greenwich, Inggris digunakan sebagai dasar pembagian waktu internasional. Daerah sebelah timur garis bujur 0° disebut bujur timur dan daerah disebelah baratnya disebut bujur barat. Daerah bujur barat dan bujur timur dibatasi oleh garis bujur 180°. Perbedaan waktu di permukaan Bumi berdampak pada awal dan akhir kegiatan penduduk seperti waktu kerja dan sekolah.
Perbedaan Percepatan Gravitasi Bumi
Rotasi Bumi menimbulkan gaya sentrifugal. Gaya ini mengakibatkan Bumi tepat di bagian kutub. Garis tengah Bumi di kutub lebih kecil dibandingkan di ekuator. Perbedaan garis tengah mengakibatkan gravitasi di daerah kutub lebih besar dari pada di daerah ekuator. Perbedaan gravitasi Bumi berpengaruh pada kecepatan satelit yang mengorbit Bumi di berbagai tempat.
Pembelokan Arah Angin
Angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Akan tetapi, arah angina tidak sama persis dengan arah gradien tekanan. Angin dari belahan Bumi utara akan berbelok ke kanan dan angin dari belahan Bumi selatan akan berbelok ke kiri ketika sampai di daerah ekuator. Gejala ini disebabkan oleh gaya Coriolis, yaitu gaya semu yang timbul akibat rotasi Bumi. Pembelokan arah angin berdampak pada penyimpangan arah penerbangan. Oleh Karena itu, pesawat perlu dipantau agar jalurnya sesuai tujuan.
Pembelokan Arus Laut
Arus laut digerakkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arah arus laut mengalami berbelok akibat pembelokan arah angin. Arus laut dipaksa membelok ketika sampai di ekuator. Pembelokan arus laut berdampak pada penyimpangan arah pelayaran kapal yang melintasi samudera sehingga kapal perlu diatur arah jalur tujuannya.
Dampak Revolusi Planet Bumi bagi Kehidupan
Dampak revolusi planet Bumi sebagai berikut:
Perubahan Lama Siang dan Malam
Matahari tidak terbit dari tempat yang sama, tetapi bergeser sedikit demi sedikit. Pergeseran titik terbit Matahari mengikuti garis edar Matahari. Posisi Matahari bergeser mulai dari ekuator ke garis balik utara kemudian ke garis balik selatan dengan melewati ekuator. Setelah sampai di garis balik selatan, posisi Matahari bergeser kembali lagi ke ekuator. Pergeseran posisi Matahari disebabkan oleh kombinasi revolusi Bumi dan kemiringan sumbu Bumi terhadap bidang ekliptika.
Pergeseran garis edar Matahari mengakibatkan perubahan lama siang dan malam. Pada waktu tertentu di suatu tempat di Bumi mengalami malam lebih panjang dibanding siang atau siang lebih lama daripada malam. Di Kutub Utara malam hari dapat berlangsung selama 24 jam dan di Kutub Selatan siang hari dapat berlangsung selama 24 jam. Demikian pula sebaliknya.
Pergeseran garis edar Matahari dalam setahun serta perubahan keadaan siang dan malam sebagai berikut:
Pada tanggal 21 Maret hingga 23 September.
1.     Kutub Utara mendekati Matahari, sedangkan Kutub Selatan menjauhi Matahari. Posisi Kutub Utara paling dekat dengan Matahari pada tanggal 21 Juni.
2.     Belahan Bumi utara menerima sinar Matahari lebih banyak dibanding belahan Bumi selatan.
3.     Panjang siang di belahan Bumi utara lebih lama dibanding di belahan Bumi selatan.
4.     Matahari tampak bergeser ke utara hingga garis balik utara 23°30’ LU apabila diamati dari ekuator.
Pada tanggal 23 September hingga 21 Maret.
1.     Kutub Selatan mendekati Matahari, sedangkan Kutub Utara menjauhi Matahari. Posisi Kutub selatan paling dekat dengan Matahari pada tanggal 22 Desember.
2.     Belahan Bumi selatan menerima sinar matahari lebih banyak dibanding belahan Bumi utara.
3.     Panjang siang di belahan Bumi selatan lebih lama dibanding belahan Bumi utara. Di sekitar Kutub Utara ada daerah yang mengalami malam 24 jam dan di sekitar Kutub Selatan ada daerah yang mengalami siang 24 jarn.
4.     Matahari tampak bergeser ke selatan hingga 23°30’ LS apabila diamati dari ekuator.
Pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
1.     Kutub Utara dan Kutub Selatan berjarak sama dari Matahari.
2.     Belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan menerima sinar Matahari sama banyak.
3.     Lama siang dan malam sama panjang di seluruh belahan Bumi.
4.     Di daerah ekuator, Matahari tampak melintas tepat di atas kepala.
Gerak Semu Matahari
Posisi matahari terhadap Bumi tidak tetap, tetapi mengalami pergeseran. Posisi Matahari pada tangga1 22 Desember – 21 Juni bergeser ke utara hingga garis balik utara (GBU), yaitu garis lintang 23°30’ LU. Sementara itu, pada tangga1 21 Juni – 22 Desember posisi matahari bergeser ke arah selatan hingga arus balik selatan (GBS), lintang 23°30’ LS. Pada tangga1 21 Maret dan 23 September atau khatulistiwa. Pergeseran posisi Matahari disebut gerak semu harian Matahari. Sebenarnya matahari tidak bergerak, tetapi Bumi yang bergerak.
Revolusi Bumi dengan sumbu rotasi yang miring menyebabkan seolah-olah posisi Matahari bergeser. Kita dapat membuktikan adanya gerak semu Matahari dengan mengamati titik terbit Matahari. Misalnya pada bulan ini Matahari terbit di atas bukit. Setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan titik terbit MataBAB 4
(DINAMIKA PLANET BUMI SEBAGAI RUANG KEHIFUPAN)

Sampai detik ini belum ditemukan planet di Jagat raya yang persis sama dengan bumi yang kita tinggali. tanahnya, airnya, gunung-gunungnya, atmosfernya, seluruh elemen yang melekat pada bumi, adalah anugrah Tuhan yang wajib kita syukuri. Karena semuanya sangat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Pertanyaan tentang lahirnya bumi, dan bagaimana bumi berproses sehingga seperti saat ini, adalah pertanyaan sejarah yang kita tidak tahu kapan akan terjawab tuntas. Teori akan melahirkan anti teori, dan anti teori berikutnya. Menyibak tabir gelap alam semesta, adalah tantangan umat manusia.
Teori pembentukan planet Bumi.
Teori pembentukan Jagat Raya
1. Teori Big Bang (Ledakan Dahsyat)
Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Berdasarkan pemodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.
Adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai “hipotesis atom purba”. Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.
Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah pernah berdekatan pada masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrem. Berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk mencoba dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan beberapa penjelasan mengenai kondisi awal alam semesta, melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut.
Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.
Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif “keadaan tetap” bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi.
Pada tahun 1948, Gerge Gamov muncul dengan gagasan lain tentang Big Bang. Ia mengatakan bahwa setelah pembentukan alam semesta melalui ledakan raksasa, sisa radiasi yang ditinggalkan oleh ledakan ini haruslah ada di alam. Selain itu, radiasi ini haruslah tersebar merata di segenap penjuru alam semesta. Bukti yang ‘seharusnya ada’ ini pada akhirnya diketemukan. Pada tahun 1965, dua peneliti bernama Arno Penziaz dan Robert Wilson menemukan gelombang ini tanpa sengaja. Radiasi ini, yang disebut ‘radiasi latar kosmis’, tidak terlihat memancar dari satu sumber tertentu, akan tetapi meliputi keseluruhan ruang angkasa.
Demikianlah, diketahui bahwa radiasi ini adalah sisa radiasi peninggalan dari tahapan awal peristiwa Big Bang. Penzias dan Wilson dianugerahi hadiah Nobel untuk penemuan mereka.Pada tahun 1989, NASA mengirimkan satelit Cosmic Background Explorer. COBE ke ruang angkasa untuk melakukan penelitian tentang radiasi latar kosmis. Hanya perlu 8 menit bagi COBE untuk membuktikan perhitungan Penziaz dan Wilson. COBE telah menemukan sisa ledakan raksasa yang telah terjadi di awal pembentukan alam semesta. Dinyatakan sebagai penemuan astronomi terbesar sepanjang masa, penemuan ini dengan jelas membuktikan teori Big Bang.
2. Teori “Keadaan Tetap” (Stabil)
Teori ”keadaan tetap” atau teori ciptaan sinambung menyatakan bahwa jagat raya selama berabad-abad selalu dalam keadaan yang sama dan zat hidrogen senantiasa dicipta dari ketiadaan. Penambahan jumlah zat, dalam teori ini memerlukan waktu yang sangat lama, yaitu kira-kira seribu juta tahun untuk satu atom dalam satu volume ruang angkasa. Teori ini diajukan oleh ahli astronomi Fred Hoyle dan beberapa ahli astrofisika Inggris.
Dalam teori ”keadaan tetap”, kita harus menerima bahwa zat baru selalu diciptakan dalam ruang angkasa di antara berbagai galaksi, sehingga galaksi baru akan terbentuk guna menggantikan galaksi yang menjauh. Orang sepakat bahwa zat yang merupakan asal mula bintang dan galaksi tersebut adalah hidrogen.
3. Teori “Mengembang dan Memampat” (The Oscillating Theory)
Teori ini dikenal pula dengan nama teori ekspansi dan konstraksi. Menurut teori ini, jagat raya terbentuk karena adanya suatu siklus materi yang diawali dengan masa ekspansi atau mengembang yang disebabkan oleh adanya reaksi inti hidrogen, pada tahap ini terbentuklah galaksi-galaksi.
Tahap ini diperkirakan berlangsung selama 30 milyar tahun, selanjutnya galaksi-galaksi dan bintang yang telah terbentuk akan meredup, kemudian memampat yang didahului dengan keluarnya pancaran panas yang sangat tinggi. Setelah tahap memampat maka tahap berikutnya adalah tahap mengembang dan kemudian memampat lagi.
4. Teori “Alam Semesta Quantum”
Teori ini diciptakan oleh William Lane Craig pada tahun 1966. Dia mengemukakan bahwa alam semesta adalah sudah ada selamanya dan akan selalu ada untuk selamanya pula. Dalam teori ini, ruang hampa pada hakikatnya tidak ada, yang ada adalah partikel-partikel sub atomik.
Teori pembentukan Tata Surya
5. Teori Kabut (Teori Nebula)
Teori kabut dikemukakan oleh filsuf Jerman yang bernama Immanuel Kant pada tahun 1775. Teori ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Simon De Laplace, seorang matematikawan Prancis.
Teori kabut menyatakan bahwa mula-mula ada sebuah nebula (kabut yang terdiri dari gas, terutama hidrogen dan helium, dan debu-debu angkasa) yang bulat dan berotasi sangat lambat . Akibatnya kabut mulai menyusut. Akibat penyusutan dan rotasi ini terbentuklah sebuah cakram datar dibagian tengahnya. Matahari berada dipusat cakram. Cakram ini terus berputar lebih cepat sehingga bagian-bagian tepi cakram terlepas membentuk materi. Dari materi ini akhirnya terbentuklah planet-planet yang tetap mengitari matahari. Satelit dari planet terbentuk dengan cara yang sama.
Proses terbentuknya tata surya menurut teori kabut (nebula):
(1) Nebula berasal dari gas dan debu, sebagian besar menjadi Matahari. (2) Terbentuk Matahari dan planet lain yang masih Berpijar. (3) Matahari terbentuk planet-planet bertebaran tak terarah. (4) Matahari berputar pada porosnya, planet-planet terbentuk atmosfernya. (4) Planet terbentuk atmosfer, dibumi telah muncul kehidupan karena sudah ada lapisan atmosfer.
6. Teori Planetesimal
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Chamberlein dan F. R. Moulton, ilmuwan Amerika awal abad ke-20. Teori ini mengatakan mula-mula ada matahari yang berpapasan dengan sebuah bintang. Oleh karena letaknya berdekatan, tarikan gravitasi bintang menyebabkan sebagian matahari tertarik kearah bintang tersebut.
Ketika bintang menjauh bahan-bahan itu sebagian ada yang terlepas dan jatuh ke matahari, dan sebagian menjadi gumpalan-gumpalan kecil (planetesimal) yang mulai melayang diangkasa sebagai planet-planet yang mengelilingi matahari.
7. Teori Bintang Kembar
Teori ini ditemukan pada tahun 1930-an. Teori Bintang Kembar menyatakan bahwa mula-mula ada 2 buah bintang kembar kemudian salah satu bintang meledak. Oleh karena pengaruh gaya gravitasi, maka bintang yang meledak menjadi kepingan-kepingan kecil yang bergerak mengelilingi bintang yang tidak meledak. Bintang yang tidak meledak merupakan matahari sedangkan kepingan-kepingan yang mengitarinya menjadi planet-planet.
8. Teori Protoplanet
Teori ini ditemukan pada tahun 1940 oleh Carl von Weizsaeker, seorang astronom Jerman dan disempurnakan oleh P. Kuiper dan Subrahmanyan Chandrasekar.
Teori ini menyatakan bahwa mula-mula dijagat raya ini ada kumpulan gas dan debu. Kurang lebih 5 milyar tahun yang lalu, gumpalan gas dan debu tersebut memampat. Proses pemampatan ini membuat partikel-partikel debu dan gas tertarik kebagian dalam menuju pusat awan membentuk bola dan terus berotasi. Rotasi inipun bertambah cepat dengan ditariknya partikel-partikel debu dan gas ke pusat awan.
Oleh karena rotasi yang cepat ini, maka gumpalan gas mulai memipih membentuk cakram, bagian tengah tebal dan bagian pinggir memipih. Akibat saling menekan, maka bagian tengah menjadi panas dan berpijar (disebut protosun atau cikal bakal matahari). Bagian tepinya terpecah-pecah akibat rotasi yang cepat. Bagian tengah ini yang akhirnya menjadi matahari dan bagian tepi yang terpecah-pecah menjadi gumpalan-gumpalan kecil (protoplanet) yang tetap berotasi. Protoplanet akhirnya membeku dan menjadi planet-planet serta anggota tata surya lainnya.
9. Teori Pasang Surut Bintang
Teori Pasang Surut pertama kali disampaikan oleh Buffon. Buffon menyatakan bahwa tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet.
Teori pasang surut yang disampaikan Buffon kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys. Mereka berpendapat bahwa tata surya terbentuk oleh efek pasang gas-gas Matahari akibat gaya gravitasi bintang besar yang melintasi Matahari. Gas-gas tersebut terlepas dan kemudian mengelilingi Matahari. Gas-gas panas tersebut kemudian berubah menjadi bola-bola cair dan secara berlahan mendingin serta membentuk lapisan keras menjadi planet-planet dan satelit.
10. Teori Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa tata surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
Sumber: baca di sini
Perkembangan kehidupan di Bumi.
Teori terbentuknya bumi
11. Teori Kontraksi
Dalam teori ini dikatakan bahwa pada saat bola bumi mendingin maka terjadilah proses pengerutan dan semakin menyusut. Kerutan-kerutan itulah sebagai pegunungan, lipatan yang kita kenal sampai sekarang. Teori Descartes dan Suess (1596 – 1650) ini disebut teori kontraksi.
James Dana (1847) dan Elie de Baumant (1852) menguatkan teori ini bahwa bumi mengalami pengerutan karena pendinginan di bagian dalam bumi akibat konduksi panas, sehingga mengakibatkan bumi tidak rata.
12. Teori Geosinklin
Teori ini dikonsep oleh Hall pada tahun1859 yang kemudian dipublikasikan oleh Dana pada tahun 1873. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan terjadinya endapan batuan sedimen yang sangat tebal, ribuan meter dan memanjang seperti pada Pegunungan Himalaya, Alpina dan Andes.
Teori geosinklin menyatakan bahwa suatu daerah sempit pada kerak bumi mengalami depresi selama beberapa waktu sehingga terendapkan secara ekstrim sedimen yang tebal. Proses pengendapan ini menyebabkan subsidence (penurunan) pada dasar cekungan. Endapan sedimen yang tebal dianggap berasal dari sedimen akibat proses orogenesa yang membentuk pengunungan lipatan dan selama proses ini endapan sedimen yang telah terbentuk akan mengalami metamorfosa. Batuan yang terdeformasi didalamnya dijelaskan sebagai akibat menyempitnya cekungan karena terus menurunnya cekungan, sehingga batuan terlipat dan tersesarkan. Pergerakan yang terjadi adalah pergerakan vertikal akibat gaya isostasi.
Teori ini mempunyai kelemahan tidak mampu menjelaskan asal-usul aktivitas vulkanik dengan baik dan logis. Keteraturan aktivitas vulkanik sangatlah tidak bisa dijelaskan dengan teori geosinklin. Pada intinya, golongan ilmuwan menganggap bahwa gaya yang bekerja pada bumi merupakan gaya vertikal. Artinya, semua deformasi yang terjadi diakibatkan oleh gaya utama yang berarah tegak lurus dengan bidang yang terdeformasi.
13. Hipotesa Pengapungan Benua (Continental Drift)
Tahun 1912, Alfred Wegener seorang ahli meteorologi Jerman mengemukakan konsep Pengapungan Benua (Continental drfit). Dalam The Origin of Continents and Oceans. Hipotesa utamanya adalah satu “super continent” yang disebut Pangaea (artinya semua daratan) yang dikelilingi oleh Panthalassa (semua lautan). Selanjutnya, hipotesa ini mengatakan 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil. Dan kemudian bergerak menuju ke tempatnya seperti yang dijumpai saat ini. Sedangkan hipoptesa lainnya menyatakan bahwa pada mulanya ada dua super kontinen , yaitu pangea utara yang disebut juga Laurasia, dan pangea selatan yang disebut juga Gondwanaland.
14. Teori konveksi
Teori konveksi mengemukakan bahwa terjadi aliran konveksi ke arah vertikal di dalam lapisan astenosfer yang agak kental. Aliran tersebut berpengaruh sampai ke kerak bumi yang ada di atasnya. Aliran konveksi yang merambat ke dalam kerak bumi menyebabkan batuan kerak bumi menjadi lunak. Gerak aliran dari dalam mengakibatkan permukaan bumi menjadi tidak rata.
Salah seorang pengikut teori konveksi adalah Harry H. Hess dari Princenton University. Pada tahun 1962 dalam bukunya History of the Ocean Basin, Hess mengemukakan pendapatnya tentang aliran konveksi yang sampai ke permukaan bumi di mid oceanic ridge (punggung tengah laut). Di puncak mid oceanic ridge tersebut lava mengalir terus dari dalam kemudian tersebar ke kedua sisinya dan membeku membentuk kerak bumi baru.
15. Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh ahli geofisika Inggris, Me Kenzie dan Robert Parker. Kedua ahli itu menyampaikan teori yang menyempurnakan teori-teori sebelumnya, seperti pergeseran benua, pergeseran dasar laut, dan teori konveksi sebagai satu kesatuan konsep yang sangat berharga dan diterima oleh para ahli geologi.
Kerak bumi dan litosfer yang mengapung di atas lapisan astenosfer dianggap satu lempeng yang saling berhubungan. Aliran konveksi yang keluar dari punggung laut menyebar ke kedua sisinya, sedangkan di bagian lain akan masuk kembali ke lapisan dalam dan bercampur dengan materi di lapisan itu. Daerah tempat masuknya materi tersebut merupakan patahan (transform fault) yang ditandai dengan adanya palung laut dan pulau vulkanis.
Fase Pembentukan Bumi
Fase-fase pembentukan bumi terdiri atas delapan fase, yaitu sebagai berikut
1.     Fase awal mula jadi alam semesta (big bang). Pada saat big bang, bumi terwujud tetapi bahan-bahannya telah ada bersama dengan bahan-bahan buntang dan planet-planet lain.
2.     Fase pembentukan bintang-bintang. Matahari dan bumi sebagai calon tata surya belum dilahirkan
3.     Fase supernova. Yaitu ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi yang teramat besar.
4.     Fase pendinginan nebula. Barulah setelah ada kejutan lagi dari supernova yang ada di sekitarnya, gravitasi antarbahan nebula mulai aktif. Ketika gravitasi mulai bekerja, pembentukan sebuah bintang dan atau matahari mulai terjadi.
5.     Fase pembentukan matahari dan cincin planet. Sebagian debu dan gas di bagian dalam nebula mulai berkumpul dan bergabung kemudian secara perlahan-lahan.
6.     Fase akresi. Pada saat ini bumi dengan susunan materi yang seragam belum ada daratan dan atau lautan.
7.     Fase pembentukan bumi. Bahan bahan dari meteor yang memiliki berat jenis yang lebih tinggi mulai tenggelam ke pusat bumi. Akibatnya, tebentuklah inti bumi.
8.     Pembentukan atmosfer, samudra dan makhluk hidup

Kehidupan di muka Bumi
Secara geologis, sejarah bembentukan planet bumi dapat dilihat dengan menggunakan kolom geologi. Skala geologi secara umum dibedakan menjadi empat devisi yang disebut eon. Keempat eon itu adalah:
1.     Haden (bawah muka bumi)
2.     Archean (kuno)
3.     Proterozoic (awal kehidupan)
4.     Phanerozic (kehidupan yang terlihat)
lebih lengkap pada rincian ini:
Arkaekum
Zaman arkaekum adalah zaman tertua yang berlangsung kurang lebih 2.500 juta tahun. Pada zaman itu bumi masih merupakan bola gas sangat panas yang berputar pada porosnya. Sehingga pada masa itu kehidupan di bumi belum ada.
Ciri-ciri zaman arkaekum:
1.     Belum ada kehidupan
2.     Bumi masih berupa bola gas yang sangat panas
3.     Berlangsung kurang lebih 2.500 juta tahun yang lalu
Paleozoikum
Zaman paleozoikum adalah zaman dimana keadaan bumi masih belum stabil, iklim masih berubah-ubah dan curah hujan sangat besar. Zaman ini berlangsung kurang lebih 340 juta tahun. Pada zaman ini mulai ada tanda-tanda kehidupan seperti makhluk bersel satu (mikroorganisme), hewan-hewan kecil yang tidak bertulang punggung, jenis ikan, dan jenis ganggang atau rumput-rumputan.
Adanya hewan dan tumbuhan di bumi pada zaman ini diketahui dari sisa-sisanya yang telah membatu yang disebut fosil. Fosil ini umumnya ditemukan di batu karang. Zaman ini disebut juga zaman primer (Zaman pertama). Zaman paleozoikum dibagi menjadi enam periode, berturut-turut dari yang paling tua: Kambrium, Ordovisium, Silur, Devon, Karbon, dan Perm.
Ciri-ciri zaman paleozoikum:
1.     Sudah mulai terdapat kehidupan berupa mikroorganisme
2.     Keadaan bumi masih belum stabil
3.     Iklim masih berubah-ubah
4.     Curah hujan sangat besar
5.     Berlangsung sekitar 340 juta tahun
Mesozoikum
Zaman mesozoikum adalah masa yang berlangsung sekitar 150 juta tahun. Pada zaman itu perkembangan reptil mencapai puncaknya terutama dinosaurus. Mesozoikum ditandai dengan aktivitas tektonik, iklim, dan evolusi. Benua-benua secara perlahan mengalami pergeseran dari saling menyatu satu sama lain menjadi seperti keadaannya saat ini.
Pergeseran ini menimbulkan spesiasi dan berbagai perkembangan evolusi penting lainnya. Iklim hangat yang terjadi sepanjang periode juga memegang peranan penting bagi evolusi dan diversifikasi spesies hewan baru. Pada akhir zaman ini, dasar-dasar kehidupan modern terbentuk.
Ciri-ciri zaman mesozoikum:
1.     Terdapat banyak hewan reptil seperti dinosaurus
2.     Iklim bumi mulai hangat
3.     Merupakan dasar dari kehidupan modern
4.     Berlangsung sekitar 150 juta tahun
Neozoikum
Zaman ini berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu. Saat itu keadaan bumi sudah semakin memungkinkan untuk mendorong munculnya makhluk hidup lainnya seperti binatang menyusui, sejenis kera dan monyet. Ciri-ciri zaman neozoikum:
1.     Merupakan puncak dari hewan mamalia
2.     Hewan reptil besar telah punah
3.     Iklim bumi sudah mulai stabil
4.     Terbagi menjadi dua zaman yaitu zaman tersier dan zaman kuarter
5.     Berlangsung sekitar 60 juta tahun yang lalu
Zaman Tersier
Zaman Tersier adalah zaman yang berlangsung sekitar 60 juta tahun yang ditandai dengan munculnya beragam jenis binatang menyusui (mamalia) termasuk primata seperti kera. Sedangkan jenis reptil raksasa lambat laun lenyap. Zaman tersier terbagi menjadi zaman Pliosen, Miosen, Oligosen. Eosen, Paleosen.
Orangutan mulai muncul pada masa Miosen. Daerah asalnya mungkin dari Afrika. Saat itu Benua Afrika. Saat itu benua Afrika masih bersatu dengan Jazirah, Arab. Daerah Afrika Timur belum gersang seperti sekarang. Orangutan merupakan kera yang tinggal di pucuk-pucuk pohon besar. Makanannya terutama buah dan daun-daunan. Mereka menyebar ke hutan di Asia Barat Daya, Asia Selatan, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Di akhir masa Moisen terjadi perubahan besar pada kulit bumi dan lingkungan alamnya. Benua Afrika lepas dari benua Asia sehingga muncul Laut Merah. Dareah hutan di Afrika Timur berubah menjadi sabana. Beberapa bagian Jazirah Arab menjadi gurun dan hutan di India juga berkurang. Orangutan tidak menyesuaikan diri dengan perubahan iklim dan lingkungannya. Mereka kemudian berpindah ke Asia Tenggara yang masih memiliki hutan yang lebat. Sisa-sisanya masih dapat kita temukan di Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
Pada zaman Pliosen, yaitu sekitar 10 juta tahun yang lalu, hidup hewan yang lebih besar daripada gorilla yang disebut dengan Giganthropus (kera manusia raksasa). Hewan ini ditemukan di Bukit Siwalik di kaki Pegununggan Himalaya dan Selat Himla (sebelah utara India). Giganthropus hidup berkelompok, sehingga mereka dapat berkembang biak dan menyebar dari Afrika ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Giganthropus akhirnya punah karena sebab yang tidak jelas.
Selain Giganthropus, dari masa yang sama hidup makhluk lain yang disebut dengan Australopithecus (manusia kera dari selatan). Ada sekitar 65 fosil Australopithecus telah ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur. Sedangkan di Kalimantan Barat dari kala Eosen Akhir ditemukan fosil vertebrata yaitu Anthrcotherium dan Choeromus (sejenis babi hutan purba) yang juga ditemukan di Asia Daratan. Penemuan fosil ini membuktikan bahwa kala Eosen terakhir, Kalimantan Barat bergabung dengan Daratan Asia.
Ciri-ciri zaman tersier:
1.     Berlangsung sekitar 60 juta tahun
2.     Telah muncul berbagai jenis manusia purba
3.     Terdapat banyak migrasi hewan ke seluruh bagian dunia untuk menyesuaikan
4.     iklim
Zaman Kuarter
Zaman kuarter adalah zaman yang ditandai dengan adanya kehidupan manusia seperti sekarang. Zaman Kuarter berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Ciri-ciri zaman kuarter:
Zaman kuarter sendiri juga terbagi menjadi zaman pleistocen dan zaman Holocen (Holosin) 
1.     Sudah terdapat manusia modern (Homo sapiens)
2.     Berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu
3.     Keadaan alam masih liar dan labil
4.     Bumi masih diselimuti es dan mencair pada akhir kala pleitosen
5.     Daratan di bumi mulai terpecah karena es mencair
6.     Manusia purba sudah punah
Kala Pleitosen (Dilivium)
Kala Pleitosen berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Kala Pleitosen menjadi sangat penting karena pada masa ini mulai muncul manusia purba. Keadaan alam pada masa ini masih liar dan labil karena silih bergantinya dua zaman, yaitu Zaman Glasial dan Zaman Interglasial.
Zaman Glasial adalah zaman meluasnya lapisan es di Kutub Utara sehingga Eropa dan Amerika bagian utara tertutup es. Sedangkan daerah yang jauh dari kutub terjadi hujan lebat selama bertahun-tahun. Permukaan air laut turun disertai dengan naiknya permukaan bumi diberbagai tempat. Karena adanya pergeseran bumi dan kerja gunung-gunung berapi, banyak hutan, termasuk Indonesia menjadi kering, akibatnya muncul Paparan Sunda (Sunda Plat) dan Paparan Sahul (Sahul Plat). Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Malaysia barat bergabung dengan Filipina dan Formossa, Taiwan dan kemudian ke benua Asia. Bergitu pula Sulawesi melalui Minahasa, Pulau Sangir terus ke Filipina. Antara Jawa Timur dengan Sulawesi Selatan berhubungan melalui Nusa Tenggara.
Zaman Interglasial adalah zaman diantara dua zaman es. Temperatur naik hingga lapisan es di kutub utara mencair, akibatnya permukaan air laut naik dan terjadi berbagai banjir besar di berbagai tempat. Hal ini menyebabkan banyak daratan terpisah oleh laut dan selat.
Pada kala Pleistosen ini hanya hewan berbulu tebal saja yang mampu bertahan hidup. Salah satunya adalah Mammouth (gajah berbulu tebal).
Sedangkan hewan berbulu tipis pindah ke daerah tropis. Perpindahan binatang dari Asia Daratan ke Jawa, Sulawesi dan Filipina ada yang melalui Malaysia (Jalan Barat), ada pula yang melalui Formosa, Filipina, ke Kalimantan , Jawa dan Sulawesi (jalan timur). Garis Wallace adalah garis antara selat makassar dan lombok yang merupakan batas antara dua jalan penyeberangan binatang tersebut.
Selain itu juga, terjadi perpindahan manusia purba dari Asia ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil Sinanthropus pekinensis dalam jumlah besar di Peking (China) yang sejenis dengan Pitecanthropus erectus dari Trinil, Ngawi, (Jawa Timur). Bukit lainnya adalah ditemukannya alat-alat pacitan di China, Burma (Myanmar) dan Malaysia. Sedangkan Homo wajakensis yang merupakan nenek moyang bangsa Austrolid pada masa Pleitosen Tengah dan Pleitosen Atas menyebar dari Asia ke selatan. Sebagian besar dari mereka sampai ke Benua Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu suku Aborigin.
Kala Holosen
Pada awal kala Holosen, sebagian besar es di kutub utara sudah lenyap, sehingga permukaan air laut naik lagi. Tanah-tanah rendah di daerah Paparan Sunda dan Paparan Sahul tergenang air dan menjadi laut transgresi. Dengan demikian muncullah pulau-pulau di nusantara. Manusia purba lenyap, kemudian muncul manusia cerdas (Homo sapiens) seperti manusia sekarang.
Bumi rumah bagi kehidupan
Ada 10 faktor yang menjadikan bumi sebagai tempat yang cocok bagi kehidupan:
1.     Orbit bumi terhadap bintangnya, matahari, memiliki jarak yang presisi. Manusia tidak merasa terlalu panas, dan terlalu dingin. Kondisi ini juga membuat air bisa pada bentuknya, cairan dan di beberapa bagian tetap menjadi es. Di Mars dan Venus, ditemukan air juga. Namun, lingkungannya tak memungkinkan air (es) tersebut mencair, mengalir layaknya sungai-sungai di bumi.
2.     Hanya bumi yang memiliki satelit paling tepat posisinya, yakni bulan. Dengan keberadaan satu satelit, maka bulan bisa mengatur datangnya air pasang serta air surut. Gravitasi antara bumi dan bulan pun begitu presisi sehingga siklus di bumi menjamin kelangsungan hidup penghuninya.
3.     Rotasi bumi terhadap matahari menjadikan pagi dan siang, iklim dingin dan panas, semua terjadi sesuai dengan kondisi mahluk hidup di dalamnya. Kita bisa menikmati matahari 12 jam dan bulan 12 jam, bisa menikmati pergantian musim yang memungkinkan flora melakukan regenerasinya. Sungguh keseimbangan yang penuh presisi.
4.     Gravitasi bumi sangat pas. Kalau kita ke Mars atau bulan, tak ada gravitasi sehingga manusia bisa melompat tinggi hingga puluhan meter. Walau hal tersebut menarik, rasanya susah menjalani kehidupan dalam kondisi demikian. Di mana hewan dan tumbuhan bisa hidup bila tanpa gravitasi?
5.     Keberadaan Kutub Utara dan Selatan merupakan medan magnetik yang menjaga kestabilan bumi.
6.     Temperatur di bumi paling tepat untuk kehidupan. Bumi kita memang memiliki tempat dengan suhu dingin serta suhu panas ter-ekstrim (Antartika – 89,2 C, sementara di El Azizia, Libya, rekor terpanas mencapai 57 C). Tetapi, umumnya mahluk hidup ada dalam suasana suhu normal. Lagipula, suhu ekstrim di dua tempat tersebut masih jauh lebih baik dari planet-planet lain.
7.     Lebih dari 70% air meliputi bumi. Keberadaan air ini justru menunjang setiap sendi kehidupan yang ada di bumi.
8.     Hingga menjelang abad 20, kondisi bumi masih normal. Tinggi air laut masih memungkinkan pulau-pulau tetap ada tanpa takut tenggelam. Baru belakangan ini, ketika manusia semakin gencar melakukan perusakan terhadap alam, maka bumi bereaksi. Air laut pun perlahan-lahan naik mengancam kehidupan mahluknya.
9.     Hutan yang hijau memungkinkan kehidupan berlangsung terus turun-temurun. Proses fotosintetis menjamin kehidupan mahluk lainnya, hewan dan manusia bisa memanfaatkan tumbuhan di atas bumi.
10.                Bersama air, methane, dan unsur lain di atmosfer menjaga kelangsungan hidup mahluk di atas bumi. Atmosfer selain menyelimuti bumi dari ancaman sinar kosmik dan benda-benda asing, juga memungkinkan cahaya yang ada terkontrol sehingga mahluk hidup tetap aman
Dampak rotasi dan revolusi Bumi terhadap kehidupan di Bumi.
Rotasi Planet Bumi menimbulkan berbagai dampak berikut:
Peredaran Semu Harian Benda-Benda Langit
Benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, dan planet yang tampak pada malam hari seolah-olah melintas dari timur ke barat. Fenomena ini teriadi akibat rotasi Bumi. Pergerakan bendabenda langit ini berlangsung setiap hari dan dikenal dengan peredaran semu harian benda-benda langit.
Pergantian Siang dan Malam
Rotasi Bumi menyebabkan bagian Bumi yang berhadapan dengan matahari mendapat sinar Matahari, sedangkan bagian Planet Bumi di sebaliknya tidak mendapat sinar Matahari. Bagian Bumi yang mendapat sinar Matahari mengalami siang, sebaliknya bagian Planet Bumi yang tidak mendapat sinar Matahari mengalami malam. Pergantian siang dan malam berlangsung perlahan. Daerah di sebelah timur mengalami siang lebih dahulu. Waktu siang hari dimanfaatkan penduduk untuk melakukan kegiatan ekonomi. Sementara itu, waktu malam hari dimanfaatkan penduduk untuk beristirahat.
Perbedaan Waktu dan Pembagian Waktu Internasional
Rotasi Bumi menyebabkan perbedaan waktu di berbagai tempat di permukaan Bumi. Garis bujur digunakan untuk menentukan waktu di berbagai tempat di permukaan Bumi. Garis bujur 0° yang melewati Kota Greenwich, Inggris digunakan sebagai dasar pembagian waktu internasional. Daerah sebelah timur garis bujur 0° disebut bujur timur dan daerah disebelah baratnya disebut bujur barat. Daerah bujur barat dan bujur timur dibatasi oleh garis bujur 180°. Perbedaan waktu di permukaan Bumi berdampak pada awal dan akhir kegiatan penduduk seperti waktu kerja dan sekolah.
Perbedaan Percepatan Gravitasi Bumi
Rotasi Bumi menimbulkan gaya sentrifugal. Gaya ini mengakibatkan Bumi tepat di bagian kutub. Garis tengah Bumi di kutub lebih kecil dibandingkan di ekuator. Perbedaan garis tengah mengakibatkan gravitasi di daerah kutub lebih besar dari pada di daerah ekuator. Perbedaan gravitasi Bumi berpengaruh pada kecepatan satelit yang mengorbit Bumi di berbagai tempat.
Pembelokan Arah Angin
Angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Akan tetapi, arah angina tidak sama persis dengan arah gradien tekanan. Angin dari belahan Bumi utara akan berbelok ke kanan dan angin dari belahan Bumi selatan akan berbelok ke kiri ketika sampai di daerah ekuator. Gejala ini disebabkan oleh gaya Coriolis, yaitu gaya semu yang timbul akibat rotasi Bumi. Pembelokan arah angin berdampak pada penyimpangan arah penerbangan. Oleh Karena itu, pesawat perlu dipantau agar jalurnya sesuai tujuan.
Pembelokan Arus Laut
Arus laut digerakkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut. Arah arus laut mengalami berbelok akibat pembelokan arah angin. Arus laut dipaksa membelok ketika sampai di ekuator. Pembelokan arus laut berdampak pada penyimpangan arah pelayaran kapal yang melintasi samudera sehingga kapal perlu diatur arah jalur tujuannya.
Dampak Revolusi Planet Bumi bagi Kehidupan
Dampak revolusi planet Bumi sebagai berikut:
Perubahan Lama Siang dan Malam
Matahari tidak terbit dari tempat yang sama, tetapi bergeser sedikit demi sedikit. Pergeseran titik terbit Matahari mengikuti garis edar Matahari. Posisi Matahari bergeser mulai dari ekuator ke garis balik utara kemudian ke garis balik selatan dengan melewati ekuator. Setelah sampai di garis balik selatan, posisi Matahari bergeser kembali lagi ke ekuator. Pergeseran posisi Matahari disebabkan oleh kombinasi revolusi Bumi dan kemiringan sumbu Bumi terhadap bidang ekliptika.
Pergeseran garis edar Matahari mengakibatkan perubahan lama siang dan malam. Pada waktu tertentu di suatu tempat di Bumi mengalami malam lebih panjang dibanding siang atau siang lebih lama daripada malam. Di Kutub Utara malam hari dapat berlangsung selama 24 jam dan di Kutub Selatan siang hari dapat berlangsung selama 24 jam. Demikian pula sebaliknya.
Pergeseran garis edar Matahari dalam setahun serta perubahan keadaan siang dan malam sebagai berikut:
Pada tanggal 21 Maret hingga 23 September.
1.     Kutub Utara mendekati Matahari, sedangkan Kutub Selatan menjauhi Matahari. Posisi Kutub Utara paling dekat dengan Matahari pada tanggal 21 Juni.
2.     Belahan Bumi utara menerima sinar Matahari lebih banyak dibanding belahan Bumi selatan.
3.     Panjang siang di belahan Bumi utara lebih lama dibanding di belahan Bumi selatan.
4.     Matahari tampak bergeser ke utara hingga garis balik utara 23°30’ LU apabila diamati dari ekuator.
Pada tanggal 23 September hingga 21 Maret.
1.     Kutub Selatan mendekati Matahari, sedangkan Kutub Utara menjauhi Matahari. Posisi Kutub selatan paling dekat dengan Matahari pada tanggal 22 Desember.
2.     Belahan Bumi selatan menerima sinar matahari lebih banyak dibanding belahan Bumi utara.
3.     Panjang siang di belahan Bumi selatan lebih lama dibanding belahan Bumi utara. Di sekitar Kutub Utara ada daerah yang mengalami malam 24 jam dan di sekitar Kutub Selatan ada daerah yang mengalami siang 24 jarn.
4.     Matahari tampak bergeser ke selatan hingga 23°30’ LS apabila diamati dari ekuator.
Pada tanggal 21 Maret dan 23 September.
1.     Kutub Utara dan Kutub Selatan berjarak sama dari Matahari.
2.     Belahan Bumi utara dan belahan Bumi selatan menerima sinar Matahari sama banyak.
3.     Lama siang dan malam sama panjang di seluruh belahan Bumi.
4.     Di daerah ekuator, Matahari tampak melintas tepat di atas kepala.
Gerak Semu Matahari
Posisi matahari terhadap Bumi tidak tetap, tetapi mengalami pergeseran. Posisi Matahari pada tangga1 22 Desember – 21 Juni bergeser ke utara hingga garis balik utara (GBU), yaitu garis lintang 23°30’ LU. Sementara itu, pada tangga1 21 Juni – 22 Desember posisi matahari bergeser ke arah selatan hingga arus balik selatan (GBS), lintang 23°30’ LS. Pada tangga1 21 Maret dan 23 September atau khatulistiwa. Pergeseran posisi Matahari disebut gerak semu harian Matahari. Sebenarnya matahari tidak bergerak, tetapi Bumi yang bergerak.
Revolusi Bumi dengan sumbu rotasi yang miring menyebabkan seolah-olah posisi Matahari bergeser. Kita dapat membuktikan adanya gerak semu Matahari dengan mengamati titik terbit Matahari. Misalnya pada bulan ini Matahari terbit di atas bukit. Setelah sebulan, dua bulan, atau tiga bulan titik terbit Matahari pasti bergeser mungkin ke sebelah utara atau selatan bukit.
Sumber: baca di sini
Gerak semu ini berdampak pada perubahan iklim di bumi. Perubahan iklim memiliki manfaat bagi kehidupan antara lain:
1.     Siklus air tetap berangsung, mengisi kembali volume air pada sungai-sungai episodik, dan periodik, sehingga regenerasi tumbuhan dan hewan tetap terjaga.
2.     Pergantian musim bagi sebagian hewan adalah masa kawin, untuk terus bereproduksi, seperti ikan salmon.
Pergantian musim juga adalah masa migrasi hewan seperti burung sehingga proses persebaran hewan dan tumbuhan terus berlangsung.hari pasti bergeser mungkin ke sebelah utara atau selatan bukit.
Sumber: baca di sini
Gerak semu ini berdampak pada perubahan iklim di bumi. Perubahan iklim memiliki manfaat bagi kehidupan antara lain:
1.     Siklus air tetap berangsung, mengisi kembali volume air pada sungai-sungai episodik, dan periodik, sehingga regenerasi tumbuhan dan hewan tetap terjaga.
2.     Pergantian musim bagi sebagian hewan adalah masa kawin, untuk terus bereproduksi, seperti ikan salmon.
Pergantian musim juga adalah masa migrasi hewan seperti burung sehingga proses persebaran hewan dan tumbuhan terus berlangsung.