HIKAYAT
Pengertian Hikayat
Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa, terutama pada Bahasa Melayu yang berisikan mengenai suatu kisah, cerita, dan juga dongeng. Umumnya mengisahkan mengenai kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian dan juga mukjizat dari tokoh utama. Sebuah hikayat itu dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara atau pun juga untuk membangkitkan semangat juang.


          Pengertian hikayat merupakan salah satu karya sastra lama yang memiliki bentuk prosa yang didalamnya mengisahkan mengenai kehidupan dari keluarga istana, kaum bangsawan atau pun juga orang-orang ternama dengan segala kegagahan, kehebatan, kesaktian ataupun juga kepahlawanannya. Selain dari itu, dalam hikayat tersebut juga diceritakan mengenai kekuatan, mukjizat dan semua tentang keanehannya.
Hikayat tersebut berasal dari bahasa Arab, yakni “haka” yang memiliki arti “bercerita atau menceritakan.” Fungsi hikayat adalah sebagai pembangkit semangat, penghibur “pelipur lara”, atau juga hanya untuk meramaikan sebuah pesta.
Terkadang, hikayat tersebut mirip dengan cerita sebuah sejarah yang isinya itu banyak terdapat hal-hal yang tidak masuk akal serta dipenuhi dengan keajaiban. Hikayat tersebut mulai berkembang pada masa Melayu klasik, sehingga banyak kata yang ada dalam hikayat itu mengandung bahasa Melayu klasik yang terkadang susah untuk dapat untuk dimengerti.

Struktur Hikayat

1.     Abstraksi

Merupakan ringkasan ataupun inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional yang artinya sebuah teks hikayat boleh tidak memakai abstrak.

2.    Orientasi 

Adalah bagian teks yang berkaitan dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan hikayat tersebut.

2.    Komplikasi

Berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat. Pada bagian ini kita bisa mendapatkan karakter ataupun watak dari tokoh cerita sebab kerumitan mulai bermunculan.

3.    Evaluasi

Konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesaiannya dari   konflik tersebut.

4.    Resolusi

Pada bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi terhadap permasalahan yang dialami tokoh atau pelaku.

5.    Koda 

Ini merupakan nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari suatu teks cerita oleh pembacanya.

Ciri-Ciri dan Karakteristik Hikayat

Dibawah ini merupakan ciri-ciri hikayat, diantaranya sebagai berikut:

1.     Bahasa

Bahasa yang digunakan pada hikayat itu adalah bahasa Melayu lama.

2.     Istana sentries

Pusat ceritanya itu berada didalam lingkungan istana. Hikayat tersebut seringkali bertema dan berlatar kerajaan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tokoh yang diceritakan ialah raja serta Pangeran (anak raja). Selain dari itu, latar tempat dalam cerita ini adalah negeri yang dipimpin oleh raja dalam suatu kerajaan.

3.     Pralogis (kemustahilan)

Banyak cerita yang terdapat pada hikayat tidak bisa untuk di terima oleh akal. kemustahilan dalam teks, baik dari segi bahasa ataupun juga dari segi cerita. Kemustahilan ini berarti hal yang tidak logis atau juga tidak bisa diterima nalar. Contoh Seperti  : bayi lahir disertai pedang dan panah, seorang putri keluar dari gendang

4.     Statis

Dalam Hikayat ini memiliki sifat yang kaku dan juga tetap.

5.     Kesaktian

Seringkali kita dapat menemukan kesaktian pada para tokoh dalam hikayat. Contohnya seperti : Syah Peri mengalahkan Garuda yang mampu untuk merusak sebuah kerajaan, Raksasa memberi sarung kesaktian untuk dapat mengubah wujud serta kuda hijau.

6.     Anonim

Anonim berarti tidak diketahui dengan secara jelas nama pencerita atau pengarang. Hal tersebut disebabkan karena cerita yang disampaikan itu secara lisan. artinya tidak jelas siapa yang membuat/mengarang hikayat tersebut

7.     Arkais

Menggunakan kata arkhais, Bahasa yang digunakan pada masa lampau. Jarang dipakai/tidak lazim digunakan dalam komunikasi pada masa kini.Contoh : hatta, maka, titah, upeti, bejana, syahdan serta juga sebermula.

Unsur-Unsur Hikayat

Unsur-unsur hikayat itu terdiri dari unsur intrinsik serta unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik dalam hikayat merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam. Sedangkan, pada unsur ekstrinsik merupakan suatu unsur yang membangun cerita tersebut dari luar.

Unsur Intrinsik Hikayat. Dibawah ini merupakan unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah hikayat, diantaranya yaitu:

1.     Tema, merupakan suatu gagasan yang mendasari sebuah cerita.
2.     Latar, adalah tempat, waktu, serta situasi/suasana yang tergambar dalam suatu cerita.
3.     Alur, merupakan sebuah jalinan peristiwa dalam sebuah cerita.
4.     Amanat, merupakan sebuah pesan yang disampaikan oleh pengarang dengan melalui sebuah cerita.
5.     Tokoh, merupakan pemeran pada cerita. Penokohan merupakan penggambaran watak dari sang tokoh.
6.     Sudut pandang, merupakan pusat pengisahan darimana sebuah cerita dikisahkan oleh pencerita.
7.     Gaya, untuk gaya ini berhubungan dengan bagaimana cara penulis menyajikan sebuah cerita dengan menggunakan bahasa serta juga unsur-unsur keindahan lainnya.

Unsur Ekstrinsik Hikayat

Unsur ekstrinsik pada hikayat ini biasanya berhubungan dengan latar belakang (background) cerita, contohnya seperti latar belakang agama, adat, budaya serta lain sebagainya. Unsur ekstrinsik ini juga berkaitan dengan nilai/norma kehidupan dalam cerita, contohnya ialah seperti nilai moral, nilai agama, nilai budaya, nilai sosial,  dan lain sebagainya.

Nilai Nilai dalam Hikayat

Hikayat banyak memiliki nilai kehidupan. Nilai-nilai kehidupan tersebut dapat berupa nilai religius (agama), moral, budaya, sosial, edukasi (pendidikan), dan estetika (keindahan).

Jenis-Jenis Hikayat

Macam jenis hikayat ini dibedakan menjadi 2 yakni Hikayat berdasarkan Isinya dan Hikayat berdasarkan asalnya, penjelasannya sebagai berikut :

a.     Jenis Hikayat berdasarkan Isinya

Dengan erdasarkan isinya hikayat tersebut terbagi ke dalam :

1.     Cerita Rakyat
2.     Epos India
3.     Cerita dari Jawa
4.     Cerita-cerita Islam
5.     Sejarah dan Biografi
6.     Cerita berbingkat

b.    Jenis Hikayat Berdasarkan Asalnya

Dengan berdasarkan asalnya, hikayat ini dibagi sebagai berikut:
1.     Melayu Asli
Contoh Hikayat Melayu Asli, diantaranya yaitu:
1.     Hikayat Hang Tuah (bercampur unsur islam)
2.     Hikayat Si Miskin (bercampur unsur islam)
3.     Hikayat Indera Bangsawan
4.     Hikayat Malim Deman
2.     Pengaruh Jawa
Contoh untuk Hikayat yang memiliki pengaruh Jawa, diantaranya sebagai berikut:
1.     Hikayat Panji Semirang
2.     Hikayat Cekel Weneng Pati
3.     Hikayat Indera Jaya (dari cerita Anglingdarma)
3.     Pengaruh Hindu (India)
Contoh dari Hikayat pengaruh India, diantaranya adalah:
1.     Hikayat Sri Rama (dari cerita Ramayana)
2.     Hikayat Perang Pandhawa (dari cerita Mahabarata)
3.     Hikayat Sang Boma (dari cerita Mahabarata)
4.     Hikayat Bayan Budiman
4.     Pengaruh Arab-Persia
Contoh dari Hikayat Pengaruh Arab-Persia, diantaranya sebagai berikut:
1.     Hikayat Amir Hamzah (Pahlawan Islam)
2.     Hikayat Bachtiar
3.     Hikayat Seribu Satu Malam

Contoh Hikayat dan Analisis Strukturnya

HIKAYAT : PERKARA SI BUNGKUK DAN SI PANJANG
Hatta maka berapa lamanya Masyuhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?”
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, “ Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali ini!”
Maka Bedawi itu pun turunlah ia ke dalam sungai itu merendahkan dirinya, hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki-istri itu. Maka kata orang tua itu, “Tuan hamba seberangkan apalah hamba kedua ini.” Maka kata Bedawi itu, “Sebagaimana hamba hendak bawa tuan hamba kedua ini? Melainkan seorang juga dahulu maka boleh, karena air ini dalam.”
Maka kata orang tua itu kepada istrinya, ”Pergilah diri dahulu.” Setelah itu maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu. Arkian maka kata Bedawi itu, ”Berilah barang-barang bekal-bekal tuan hamba dahulu, hamba seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah maka dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura diperdalamnya air itu, supaya dikata oleh si Bungkuk air itu dalam.
Maka sampailah kepada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu kepada perempuan itu, ”Akan tuan ini terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakikan orang tua bungkuk ini? Baik juga tuan hamba buangkan orang bungkuk itu, agar supaya tuan hamba, hamba ambil, hamba jadikan istri hamba.” Maka berbagai-bagailah katanya akan perempuan itu.
Maka kata perempuan itu kepadanya,”Baiklah, hamba turutlah kata tuan hamba itu.” Maka apabila sampailah ia ke seberang sungai itu, maka keduanya pun mandilah, setelah sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala kelakuan itu semuanya dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu. Kalakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalanlah keduanya.
Setelah dilihat oleh orang tua itu akan Bedawi dengan istrinya berjalan, maka ia pun berkata-kata dalam hatinya, ”Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.” Setelah itu maka terjunlah ia ke dalam sungai itu. Maka heranlah ia, karena dilihatnya sungai itu airnya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikutinya Bedawi itu. Dengan hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Masyhudulhakk itu. Maka orang tua itu pun datanglah mengadu kepada Masyhudulhakk.
Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Istri siapa perempuan ini?” Maka kata Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu, ”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.” Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu.
Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?” Maka kata perempuan celaka itu, ”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah Masyhudulhakk, ”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan.
Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan perempuan itu istrimu?” Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan gamba ini tentulah suaminya.” Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu.
Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana templat duduknya. Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu.
Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.

Analisis Strukturnya :

1.    Abstraksi
merupakan ringkasan ataupun inti dari cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian-rangkaian peristiwa atau bisa juga gambaran awal dalam cerita. Abstrak bersifat opsional yang artinya sebuah teks cerpen boleh tidak memakai abstrak.
Kutipan teks
Hatta maka berapa lamanya Masyuhudulhakk pun besarlah. Kalakian maka bertambah-tambah cerdiknya dan akalnya itu.
2.    Orientasi
adalah yang berkaitan dengan waktu, suasana, maupun tempat yang berkaitan dengan cerpen tersebut.
 Kutipan teks
Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicaharinya perahu hendak menyebrang, tiada dapat perahu itu. Maka ditantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itu pun tiada juga ada lalu perahu orang. Maka ia pun berhentilah di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi bungkuk belakangnya. Maka pada sangka orang tua itu, air sungai itu dalam juga. Katanya, “Apa upayaku hendak menyeberang sungai ini?” 
3.    Komplikasi
berisi urutan kejadian-kejadian yang dihubungkan secara sebab dan akibat, pada struktur ini kamu bisa mendapatkan karakter ataupun watak dari tokoh cerita sebab kerumitan mulai bermunculan.
Kutipan teks
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu. Maka kata orang itu, “ Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini, karena hamba tiada dapat berenang; sungai ini tidak hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah didengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk itu dan serta dilihatnya perempuan itu baik rupanya, maka orang Bedawi itu pun sukalah, dan berkata di dalam hatinya, “Untunglah sekali ini!”
4.    Evaluasi
struktur konflik yang terjadi yang mengarah pada klimaks mulai mendapatkan penyelesainya dari konflik tersebut.
Kutipan teks
Setelah itu maka disuruh oleh Masyhudulhakk panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Istri siapa perempuan ini?” Maka kata Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini. Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan; sudah besar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu, ”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.” Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka orang pun berhimpun, datang melihat hal mereka itu ketiga. Maka bertanyalah Masyhudulhakk kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah engkau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?” Maka kata perempuan celaka itu, ”Si Panjang inilah suami hamba.” Maka pikirlah Masyhudulhakk, ”Baik kepada seorang-seorang aku bertanya, supaya berketahuan siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu. 
5.    Resolusi
Resolusi – Pada struktur bagian ini si pengarang mengungkapkan solusi yang dialami tokoh atau pelaku.
Kutipan teks
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh Masyhudulhakk. Maka kata perempuan itu, ”Si Panjang itulah suami hamba.” Maka kata Masyhudulhakk, ”Jika sungguh ia suamimu siapa mentuamu laki-laki dan siapa mentuamu perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu. Maka disuruh oleh Masyhudulhakk perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si Panjang itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguhkan perempuan itu istrimu?” Maka kata Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu telah nyatalah istri hamba; lagi pula perempuan itu sendiri sudah berikrar, mengatakan gamba ini tentulah suaminya.” Syahdan maka Masyhudulhakk pun tertawa, seraya berkata, ”Jika sungguh istrimu perempuan ini, siapa nama mentuamu laki-laki dan mentuamu perempuan, dan di mana kampung tempat ia duduk?” Maka tiadalah terjawab oleh laki-laki itu. 
6.    Koda Koda – Ini merupakan nilai ataupun pelajaran yang dapat diambil dari suatu teks cerita oleh pembacanya.
Kutipan teks


Maka disuruh oleh Masyhudulhakk jauhkan laki-laki Bedawi itu. Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Masyhudulhakk, ”Hai orang tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka kata orang tua itu, ”Daripada mula awalnya.” Kemudian maka dikatakannya, siapa mentuanya laki-laki dan perempuan dan di mana templat duduknya. Maka Masyhudulhakk dengan sekalian orang banyak itu pun tahulah akan salah Bedawi itu dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun mengakulah salahnya. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh Masyhudulhakk akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Kemudian maka disuruhnya tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikian itu. Maka bertambah-tambah masyhurlah arif bijaksana Masyhudulhakk itu.