Bab 2. Masyarakat Indonesia Masa Praaksara
Masa praaksara yang juga sering disebut sebagai masa nirleka merupakan suatu masa saat manusia purba belum mengenal tulisan. Seluruh dunia memiliki masa praaksara yang berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya.
Sebutan ‘masa praaksara’ ada untuk menggantikan ‘masa prasejarah’ yang dirasa kurang tepat karena meskipun belum mengenal tulisan, manusia purba yang hidup pada masa tersebut sudah memiliki sejarah serta telah menghasilkan kebudayaan.
Kapankah Masa Praaksara Dimulai?
Meskipun belum diketahui secara pasti dan belum bisa dibuktikan, namun yang pasti masa praaksara dimulai sejak manusia purba mulai terdapat di muka Bumi.
Pada zaman Neozoikum atau Kainozoikum yang terjadi kurang lebih 65 juta tahun yang lalu, Bumi sudah mulai stabil, sehingga kehidupan semakin berkembang. Neozoikum dibagi menjadi dua, yaitu zaman tersier (zaman ketiga) serta zaman kuarter (zaman keempat).
Pada zaman tersier, binatang besar mulai berkurang, tergantikan oleh jenis-jenis binatang menyusui, misalnya kera dan monyet. Sementara itu, pada zaman kuarter, mulai muncul tanda-tanda adanya kehidupan manusia purba.
Zaman kuarter sendiri terbagi ke dalam dua masa, yakni masa Plaistosen yang merupakan awal kehidupan manusia dan seringkali disebut sebagai zaman es serta masa Halosen yang merupakan awal kemunculan Homo sapiens yang diyakini sebagai nenek moyang dari masa modern.
Bagaimana Cara Hidup di Masa Praaksara?
Melihat masa zaman es yang pastinya begitu sulit dilewati tanpa cara hidup yang menyesuaikan, pastilah manusia purba yang hidup di masa praaksara memiliki cara hidup tersendiri.
Manusia purba memiliki dua karakter khas dalam pola huniannya. Pertama, mereka memilih tinggal dekat dengan sumber air karena air merupakan kebutuhan manusia yang amat sangat penting, mulai dari sebagai kebutuhan jasmani hingga mobilitas dari satu tempat ke tempat lain. Kedua, mereka lebih memilih hidup di alam terbuka. Situs-situs purba di sepanjang aliran Bengawan Solo adalah bukti dari pola hunian ini.
Hasil penelitian berupa fosil maupun artefak lainnya menunjukkan bahwa manusia purba masa praaksara pada awalnya hidup dengan cara berburu dan meramu, alias masih bergantung pada alam. Karena itu, mereka juga hidup berpindah-pindah seiring dengan ketersediaan makanan. Masa ini disebut pula dengan masa food gathering.
Setelah masa food gathering, mereka mulai mengenal masa food producing. Tidak hanya mengumpulkan makanan, manusia purba juga mulai melakukan kegiatan bercocok tanam untuk mengusahakan makanannya. Jika tanah sudah habis, mereka akan mencari lahan baru. Mereka mulai menebang bahkan membakar hutan. Jadi, kalau masih ada pelaku pembakaran hutan di tahun 2019 ini, mungkin dia hidup pada zaman yang salah, Quipperian.
Manusia purba masa praaksara juga memiliki sistem kepercayaanlho. Ada tiga sistem kepercayaan yang diyakini merupakan bagian dari masa praaksara. Pertama, animisme yang mempercayai pengaruh roh nenek moyang bagi kehidupannya. Kedua, dinamisme yang mempercayai kekuatan suatu benda dalam mempengaruhi kehidupannya. Ketiga, totemisme yang mempercayai kekuatan hewan yang dianggap suci.
Semua hal ini dapat ditemukan dari hasil penelitian arkeolog, baik berupa fosil maupun artefak.
Siapa Saja Manusia Purba yang Ada ai Indonesia?
Ada tiga jenis manusia purba yang fosilnya ditemukan di Indonesia, yaitu:
1. Meganthropus Paleojavanicus
Manusia purba paling tua di Jawa ini memiliki tubuh besar dan kekar. Rahangnya besar, tulangnya tebal, dan keningnya menonjol. Meganthropus Paleojavanicus hidup kira-kira dua juta tahun SM. Fosilnya ditemukan dan diteliti oleh Dr. G.H.R. Von Koenigswald pada 1936 dan 1941 di Sangiran, Solo.
2. Pithecanthropus Erectus
Dari namanya, manusia purba satu ini merupakan manusia kera yang berjalan tegak. Tingginya sekitar 165-180 cm, sama dengan manusia zaman now. Fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil, dekat Bengawan Solo.
3. Homo
Manusia purba ini lebih sempurna dibandingkan dengan kedua pendahulunya. Ada tiga jenis Homo di Indonesia, yaitu:
  • Homo Soloensis
Seperti kedua pendahulunya, Homo Soloensis juga berasal dari Solo. Fosilnya ditemukanoleh Ir. Oppenorth di Ngandong. Tinggi badannya yaitu 180 cm dan tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus. Homo Soloensis dapat berjalan tegak.

  • Homo Wajakenesis
Ditemukan oleh Van Reitschoten pada 1889 di Wajak, Jawa Timur, manusia purba ini memiliki tinggi badan yang berkisar dari 130-210 cm dengan tengkorak yang lebih bulat.Mereka juga dapat berjalan tegak serta memiliki keahlian untuk membuat peralatan dari batu,kayu, dan tulang-belulang.
  • Homo Sapiens
Manusia purba generasi terakhir ini memiliki ciri-ciri fisik yang menyerupai manusiamodernmasa sekarang.

Hasil Kebudayaan Praaksa

1.      Kebudayaan Pacitan

ditemukan oleh Von Koenigswald, alat yang ditemukan berupa kapak genggam, serta alat serpih yang masih kasar, yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.

2.      Kebudayaan Ngandong


merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur, alat yang       ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, yang diperkirakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.

3.      Kebudayaan Mesolithikum,

atau kebudayaan jaman batu madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche. Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan kulit kerang, yang di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak pendek. Abris sous roche, merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua, ditemukan peralatan dari batu yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan tanduk. Banyak ditemukan di daerah Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.

4.      Kebudayaan Neolithikum

,merupakan hasil kebudayaan jaman batu baru, dengan  pembuatan yang lebih sempurna, serta lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah kapak persegi dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur. Daerah penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua. 

5.      Kebudayaan Logam

disebut juga hasil kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa perundagian karena manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap awal, dengan mulai mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat peralatan yang sesuai kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang terbuat dari perunggu dan besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa perundagian:
  • peralatan dari besi,yang berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak dan sabit
  • Gerabah, yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat, 
  • Pakaian, merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
  • Perhiasan, berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang, maupun yang terbuat dari perunggu,  
  • Nekara, merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan dalam upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
  • Kapak perunggu atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.

6.      Kebudayaan Megalithikum,
ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan yang dianggap suci dengan menggunakan batu-batu yang berukuran besar. Kebudayaan megalitik banyak berhubungan dengan kegiatan keagamaan terutama dalam kegiatan pemujaan roh nenek moyang. Hasil kebudayaan megalitikum antara lain:
a.       Menhir, merupakan tiang atau tugu batu yang digunakan untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang.
b.      Dolmen, merupakan bangunan seperti meja yang terbuat dari batu yang digunakan untuk meletakan sesaji dan pemujaan arwah nenek moyang.
c.       Sarkofagus dan Kubur batu, merupakan keranda yang terbuat dari batu, dan kubur batu yang terbuat dari lempengan batu. 
d.      Punden berundak, merupakan bangunan untuk pemujaan dan tersusun secara bertingkat.